Nama : DARSIN
Npm : 16 630 003
PENGENDALIAN BANJIR DAN KEKERINGAN
1. Banjir
Banjir adalah peristiwa keberadaan air mengalir melampaui kapasitas perangkat pengaliran yang disediakan/tersedia dan mengalir di luar kemampuan perangkat itu. Dalam konteks ini air menimbulkan gangguan akibat pengalirannya atau genangannya pada tempat-tempat yang tidak disediakan untuknya. Di Indonesia ada beberapa factor penting penyebab terjadinya banjir :
a. Faktor Hujan
Intensitas hujan sangat berpengaruh pada besarnya debit puncak banjir. Semakin tinggi intensitas hujan maka semakin tinggi pula debit banjirnya. Hal ini dapat difahami, terutama jika telah banyak melakukan analisis banjir dengan model-model yang tersedia. Perlu mendapat perhatian pada penggunaan rumus Rasional, yaitu pada kondisi durasi hujan yang lebih pendek dari waktu konsentrasinya. Pada kondisi tersebut nilai debit puncak ditentukan oleh sebagian luas DAS, karena hujan diseluruh DAS belum teratus.
Kejadian hujan dalam beberapa hari berturut-turut, justru dapat menimbulkan banjir, walaupun intensitas hujannya tidak terlalu besar. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang telah dibasahi hujan sebelumnya menurunkan kemampuan menginfiltrasi air. Pada kondisi tanah dengan kelengasan tinggi atau jenuh air, infiltrasi memang masih berjalan, namun nilainya cukup kecil, sehingga hampir seluruh hujan menjadi aliran dan dapat menimbulkan banjir.
Hujan deras yang terjadi pada suatu hari dimana hari-hari sebelumnya tidak hujan sering tidak menimbulkan bnajir. Pengaruh kelengasan tanah awal pada debit banjir sudah difahami, namun belum dirumuskan dengan baik. Oleh karena itu menarik untuk dikaji pengaruh kelengasan tanah awal pada kejadian banjir.
b. Faktor DAS
Daerah Aliran Sungai adalah daerah tangkapan air hujan yang akan mengalir ke sungai yang bersangkutan. Perubahan fisik yng terjadi di DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS terhadap banjir. Semakin banyak lahan terbuka, atau terbangun semakin kecil kemampuan retensinya.
Kejadian banjir di Sorong tanggal 18 Juli 2003 (www.kompas.com.) adalah akibat penggundulan hutan di sekitarnya. Kerugian banjir diperkirakan sebesar 2,8 milyar rupiah. Bandung selatan mengalami banjir pada 27 Mei 2004 (w.w.antara.co.id.), sehingga jalur jalan Majalaya – Bandung terputus. Genangan air mencapai 50 cm – 80 cm. Banjir ini diestimasikan akibat pemotongan bukit-bukit di sekitar Bandung selatan untuk permukiman dan kawasan industri.
Berubahnya kawasan retensi banjir untuk Jakarta menjadi permukiman, daerah terbuka (jika ada tanaman, hanya perdu), industri dll., mengakibatkan banjir yang terjadi meningkat. Pada th 2003, kejadian banjir diperparah dengan adanya peningkatan elevasi muka air laut. Hal tersebut diperparah dengan pola penyebaran permukiman yang menyebar, sehingga daya rusak terhadap ekologis dan lingkungannya lebih tinggi.
c. Faktor Alur Sungai
Upaya pengendalian banjir yang selama ini dilakukan berupa kegiatan fisik/struktur yang berada di sungai (in stream) dengan tujuan untuk melindungi dataran banjir yang telah berkembang. Pengendalian banjir tersebut dengan membangun prasarana dan sarana seperti pembuatan tanggul, normalisasi alur sungai, sudetan, saluran drinasi, tampungan air (waduk), polder, dll.
Pada umumnya, prasarana dan sarana pengendali banjir direncanakan untuk 10 sampai 100 th, sedang sistem drainasi 2 sampai 10 tahun. Data yang digunakan dapat berupa data hujan maupun aliran yang terekam pada kondisi DAS saat itu. Apabila kondisi DAS di Indonesia dapat digolongkan stabil, prediksi debit dengan kala ulang tersebut tentu saja tidak akan menjadi masalah. Namun kenyataannya, Daerah Aliran Sungai yang ada memiliki tataguna lahan yang tidak stabil, bahkan cenderung mengalami kerusakan. Tingkat kerusakan DAS bervariasi mulai dari kecil, sedang sampai besar/kritis yaitu pada tingkat yang sudah mengkhawatirkan.
Oleh karena itu, prediksi nilai debit dengan kala ulang tertentu yang diperoleh pada saat perencanaan sudah tidak relevan lagi pada saat ini. Hal ini terjadi jika Daerah Aliran Sungainya mempunyai luas area terbuka yang meningkat. Peningkatan debit banjir mengakibatkan prasarana dan sarana yang ada tidak mampu menampung aliran yang terjadi.
Aspek pendangkalan yang terjadi di alur sungai juga merupakan salah satu sebab terjadinya banjir. Adanya pendangkalan alur sungai, tampang sungai menjadi berkurang sehingga daya tampung alirannya menurun pula. Proses pendangkalan ini dapat terjadi akibat erosi tebing dan dasar sungai maupun akibat erosi lahan di Daerah Aliran Sungai.
2. Efek Banjir
Banjir memiliki banyak dampak. Ini kerusakan properti dan membahayakan kehidupan manusia dan spesies lainnya. Cepat limpasan air menyebabkan erosi tanah dan sedimen deposisi bersamaan di tempat lain (seperti hilir atau bawah pantai a). Alasan pemijahan ikan dan habitat satwa liar lainnya dapat menjadi tercemar atau hancur. Beberapa banjir tinggi berkepanjangan dapat menunda lalu lintas di daerah-daerah yang tidak memiliki jalan raya ditinggikan. Banjir dapat mengganggu drainase dan penggunaan lahan ekonomi, seperti mengganggu pertanian. Kerusakan struktural dapat terjadi pada abutment jembatan, jalur perbankan, saluran pembuangan, dan struktur lainnya dalam banjir. Waterway navigasi dan pembangkit listrik tenaga air sering terganggu. Kerugian finansial akibat banjir biasanya jutaan dolar setiap tahun, dengan banjir terburuk dalam sejarah AS baru-baru ini memiliki miliaran dolar biaya.
3. Penyebab Bencana Banjir
A. kapasitas tampang sungai berkurang
- pendangkalan dasar sungai
- sedimentasi
B.penciutan alur sungai atau bantaran
- hambatan di alur (misal bangunan)
- hambatan di bantaran (pemukiman)
C.hambatan atau penutupan muara sungai
- Lidah pasir di muara
- Pasang air laut
D.peningkatan debit sungai
- perubahan klimatologis yang mengakibatkanpeningkatan intensitas hujan
- respon DAS terhadap hujanberubah
- peningkatan volume aliranpermukaan
- hujan bertambah cepat sampai kesungai
E.Perubahan tata guna lahan di DAS
- Dataran banjirberkurang
- kawasan retensi banjir berubahfungsi
- Landsubsidence
- penurunan mukatanah
F. Bencanaalam
- Erupsi gunungvulkanik
- peningkatan debit sedimen
- Tsunami
- gelombang dan pasang airlaut
- Tanah longsor
- suplai sedimen yang besar dalam waktu singkat
G.Kegagalan fungsi bangunan pengendali banjir sungai
- Tanggul atau bendungan jebol
- Pintuair tak berfungsi
- Pomp aair macet
4. Pengendalian Banjir
Upaya Struktur
mengendalikan penanganan secara fisik(struktur), dengan melakukan modifikasi danperbaikan terhadap sungai serta pembuatanbangunan2 pengendalian banjir,untuk:
1 Mencegah meluapnya air banjir sampai pada tingkat/besaran banjir tertentu
Agar aliran banjir di sungai tidak meluap menggenangi daerah dataran banjir di sekitarsungai, maka dapat dibangun tanggul banjir
2. Merendahkan elevansi muka air banjird isungai
Upaya ini dilakukan agar aliran banjirtidak menimbulkan limpasan, ataupaling tidak untuk mengurangitingginya limpasan. Kegiatan fisik yangdilakukan dapat berupa normalisasialur, penggalian sudetan, dan pembangunan banjir kanal
3. Memperkecildebitbanjirdisungai
Upaya ini dicapai antara lain denganmembangun bendung/waduk,pemanfaatan daerah rendah untukwaduk retensi banjir, danpembangunan banjir kana.
Upaya Nonstruktur
Pada prinsipnya upaya ini adalah upaya penyesuaian dan pengaturan kegiatan manusia agar harmonis dan serasi dengan lingkungan/alam sedemikian rupa,sehingga kerugian/bencana yang ditimbulkan oleh banjir terhadap masyarakat menjadi sekecil mungkin
2. Kekeringan
Kekeringan merupakan salah satu bentuk kondisi ekstrim dan kejadian alam yang kejadiannya tidak dapat dihindari serta karakteristiknya masih menyimpan ruang yang luas untuk dipelajari dan dikaji lebih mendalam. Kekeringan seringkali ditanggapi dengan pemahaman yang berbeda-beda.
Bencana kekeringan di Indonesia menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang dua abad terakhir, yaitu sejak 1811 hingga 2011, kekeringan menjadi bencana terbesar ketiga setelah bencana banjir dan kebakaran. Ini tandanya harus ada perhatian terhadap penanggulangan kekeringan yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Dearah bencana kekeringan yang parah yaitu di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, dan Jawa.
Ada dua perubhahan iklim dunia selama 30 tahun terakhir, yaitu La Nina dan El Nino. Indonesia berada pada belahan bumi dengan iklim monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap anomali iklim El-Nino Southern Oscillation (ENSO) yang menjadi sumber kekeringan. Ada beberapa daerah yang jarang diguyur hujan sehingga berdampak kekeringan.
a. Kekeringan Meteorologis
Tipe kekeringan ini paling mudah untuk diidentifikasi dan difahami. Suatu wilayah dapat dikatakan mengalami kekeringan meteorologis apabila hujan tahunan rerata yang terjadi tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk evapotranspirasinya atau dapat juga dibandingkan dengan temperaturnya. Tidak ada batasan mengenai berapa lama hari/bulan tanpa hujan atau berapa banyak kekurangan air.
b. Kekeringan Hidrologi
Kekeringan tipe ini merefleksikan kondisi sistem air dalam suatu wilayah baik untuk air permukaan maupun air bawah permukaan. Kekeringan hidrologis dapat dilihat dari debit aliran rendah (lowflow), tampungan air di danau/waduk, tampungan dalam tanah dsb. Kondisi kekerinan hidrologi tidak selalu terjadi secara bersamaan dengan kekeringan meteorologis. Kadangkala ada daerah yang mengalami kekeringan meteorologi tetapi kalau dipandang dari sisi hidrologi sebenarnya tidak mengalami kekeringan. Tetapi pada umumnya, apabila terjadi kekeringan hidrologi maka secara meteorologi juga mengalami kekeringan.
c. Kekeringan Pertanian
Kekeringan pertanian merefleksikan kekurangan lengas tanah yang dibutuhkan oleh tanaman untuk hidup (evapotranspirasi). Respon tanaman terhadap kondisi lengas tanah sangat bervariasi. Sebagian tanaman mampu bertahan hidup dan tumbuh dalam kondisi lengas tanah yang rendah, tetapi ada juga tanaman yang membutuhkan lengas tanah tinggi untuk bertahan hidup.
Nampak bahwa kekeringan yang terjadi dapat merupakan interaksi berbagai tipe kekeringan yang menambah kesulitan pengertian tentang kekeringan. Namun secara umum dapat dirangkum bahwa kekeringan adalah peristiwa terjadinya kesenjangan antara ketersediaan air dan kebutuhannya di masing-masing wilayah dan untuk tiap-tiap penggunaan.
Contoh daerah yang mengalami kekeringan yaitu di Jawa Barat pada Juni 2003. Sawah seluas 24.802 ha mengalami kekurangan air dengan status berat dan ringan, sedang 345 ha puso (www.pikiran_rakyat.com).
Kekeringan yang melanda Pulau Jawa terutama disebabkan oleh berkurangnya luas hutan dan meningkatnya penggunaan lahan non hutan. Kesimpulan ini dipeoleh Aris Poniman dari hasil penyusunan neraca sumberdaya hutan dan lahan (www.swara.net). Peningkatan lahan non hutan dapat mengakibatkan kekeringan karena keseimbangan ekosistem dalam suatu DAS terganggu. Aris mengingatkan perlunya masyarakat lebih waspada akan kemungkinan sering terjadinya banjir, tanah longsor dan tentu saja kekeringan.
upaya penanggulangan kekeringan yang berkelanjutan meliputi:
1. Gerakan masyarakat melalui penyuluhan
Pada umumnya masalah kekeringan melanda di pedesaan dengan kondisi masyarakat yang kurang mengerti tentan pengetahuan mengelola sumber daya air. Dengan adanya penyuluhan masyarakat akan mentransfer ilmu bagaimana mengoptimalkan lahan kering. Salah satunya yang telah berhasil adalah di daerah Gunungkidul Yogyakarta, yang mana dahalu daerah tandus sekarang sudah lebih baik kondisi air tanahnya.
2. Membangun/rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi
Jaringan irigasi yang tak dipelihara dengan baik akan selalu kering saat musim kemarau. Upaya pembangunan bendungan dan waduk adalah salah satu upaya yang bisa menanmpung air sungai pada saat musim hujan.
3. Pembangunan sumur
Membangun sumur adalah hal yang sulit dilakukan oleh masyarakat dengan kategori perekonomian rendah. Terlebih di daerah kekeringan mereka tak berani asal membangun, karena deteksi air tanah belum canggih. Biaya menjadi faktor tak adanya sumur sebagai sumber air di desa-desa kering seperti ini. Mereka masih mengandalkan sumber air yang jaraknya sangat jauh, bahkan rela tidak mandi berhari-hari karena krisis air.
minimnya akses akomodasi ke wilayah-wilayah kekeringan di Indonesia menjadi faktor sulitnya penanggulangan kekeringan. Masalah kekeringan ini bagi pemerintah tentunya harus ada program untuk menyelamatkan masyarakat dari krisis air.
Namun ada hal yang tepat dan cepat supaya bisa memberi harapan air bersih, seperti program wakaf sumur yang dilakukan oleh lembaga Aksi Cepat Tanggap untuk membantu wilayah-wilayah yang sulit mendapatkan akses air.